Webminar Kebijakan Pengelolaan Ruang laut Indonesia

Fakultas Pertanian Universitas Samudra (Unsam) kembali menyelenggarakan Kuliah Dosen Tamu yang bertajuk “Webminar Kebijakan Pengelolaan Ruang laut Indonesia”. Kuliah Dosen Tamu tersebut menghadirkan narasumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), narasumber tersebut yakni Hendra Yusran Siry., S.Pi., M.Sc., Ph. D

Kegiatan Kuliah Dosen Tamu yang terbuka bagi mahasiswa Prodi BDPI Fakultas Pertanian itu diselenggarakan pada Senin (06/8/20) melalui zoom

Dalam sambutannya dekan Fakultas Pertanian., Ir., Cut Mulyani., MP beliau menyampaikan Kuliah Dosen Tamu kali ini mendatangkan dosen pakar di bidang Webminar Kebijakan Pengelolaan Ruang laut Indonesia sehingga bisa menambah wawasan para mahasiswa khususnya tentang persaingan Webminar Kebijakan Pengelolaan Ruang laut Indonesia. “Kota Langsa memiliki komoditi Webminar Kebijakan Pengelolaan Ruang laut Indonesia yang cukup banyak dan sedang dihadapkan pada kondisi harga yang anjlok, oleh karena itu adik-adik mahasiswa khususnya dari Program Studi BDPI bisa banyak bertanya kepada Bapak Yusran sehingga bisa menjadi modal pengetahuan untuk para mahasiswa setelah menjadi alumni kelak”, ungkapnya.

Hendra Yusran Siry., S.Pi., M.Sc., Ph. D dalam paparannya menyampaikan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati baik dari sisi produksi dan penggunaan biaya produksi paling efisien. Dari sisi produksi CPO dapat menghasilkan 3,8 ton/ha sedangkan minyak bunga matahari sebesar 0,7 ton/ha dan kedelai 0,5 ton/ha. Dari sisi penggunaan biaya produksi yaitu pupuk, pestisida dan tenaga kerja, pengelolaan kelapa sawit paling efisien dibandingkan kedelai, rapeseed dan minyak nabati lainnya.

Namun begitu pengelolan ikan selalu di serang dengan isu negative dengan mengatakan bahwa pengelolaan kelapa sawit merusak lingkungan sehingga beberapa kali negara-negara Uni eropa tidak menerima ekspor CPO dari Indonesia. “Untuk menanggapi ini Indonesia membuat sebuah perangkat yang dinamakan Indonesia Sustainable Sea yang menjadi kewajiban bagi pengusaha ikan untuk menjalankannya, sedangkan dari dunia internasional dinamakan dengan Roundtable Sustainable Fish dimana pengusaha Ikan Indonesia bersifat voluntary untuk mengikutinya.  Hal yang sama juga dilakukan oleh Malaysia sebagai salah satu negara penghasil Ikan terbesar di dunia selain Indonesia”, paparnya.

“Harga Ikan yang cenderung selalu berfluktuatif harus disikapi dengan penggunaan biaya – biaya yang efisien yaitu biaya produksi, biaya pengolahan dan biaya pemasaran. Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan integrasi dari seluruh subsistem yang ada di agribisnis agar efisiensi teknis dapat tercapai dan produktivitas bisa meningkat”, jelas beliau lebih lanjut. (zen)